PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman padi merupakan bahan pangan utama di Indonesia,
bahkan masyarakat Sulawesi Selatan khusus di Kabupaten Sidrap beras merupakan
komoditas utama untuk menopang kebutuhan hidup sehari-hari. Tiap tahun
permintaan akan beras meningkat, sehingga peningkatan produksi padi mutlak
diperlukan guna memenuhi kebutuhan pokok pangan penduduk Indonesia.
Peningkatan produksi padi melalui intensifikasi dengan
penerapan berbagai macam teknologi usaha tani mengalami peningkatan, walaupun diakui belum
maksimal. Salah satu penyebab rendahnya produksi beras/gabah adalah adanya serangan
hama kepik hitam.
Kabupaten Sidrap adalah salah satu sentra produksi tanaman
padi, daerah ini dikenal sebagai lumbung padi Sulawesi Selatan dengan rata-rata
luas pertanaman padi 79.000 ha/tahun. Tingkat serangan hama dan penyakit
11,08% pertahun. Musim tanam 2009 dan
2010, tingkat serangan hama mencapai 30,03% pertahun (Dinas Pertanian dan
Perkebunan, 2010). Pada musim tanam tersebut, hama yang mendominasi adalah
walang sangit dan hama kepik hitam.
Kepik hitam adalah hama utama tanaman padi
sehingga mendorong petani melakukan
pemberantasan hama tersebut. Namun pemberantasan yang dilakukan kurang
bijaksana karena menggunakan pestisida kimia secara berlebihan. Dampak negatif dari penggunaan
pestisida kimia antara lain: hama menjadi kebal (resisten), peledakan hama sekunder (resurjensi), penumpukan
residu bahan kimia didalam hasil panen, terbunuhnya musuh alami, pencemaran
lingkungan dan dapat mengakibatkan keracunan bagi pengguna. Diduga kepik hitam merupakan
hasil peledakan hama skunder. Salah satu cara untuk mengendalikan hal tersebut adalah penggunaan
pestisida nabati. Pestisida nabati merupakan bahan aktif yang berasal dari
tumbuhan yang dapat digunakan untuk mengendalikan hama pada tanaman padi
(Departemen pertanian, 2009). Pestisida nabati berfungsi sebagai
penelaah, penarik, anti terlektitas, pembunuh dari bentuk lainnya terhadap hama
dan tanaman (Kardiman dan Agus 1999).
Berdasarkan uraian di atas dilakukan percobaan penggunaan
pestisida nabati dalam upaya mengendalikan serangan hama kepik hitam.
Tujuan dan kegunaan
Penelitan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pestisida
nabati terhadap perilaku dan jumlah kematian hama kepik hitam pada tananam
padi.
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan informasi bagi
petani dalam penggunaan pestisida nabati pada padi, juga sebagai bahan pembanding
pada penelitian selanjutnya.
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Padi
Klasifikasi
Kingdom: Plantae (Tumbuhan), Subkingdom:
Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh), Super Divisi: Spermatophyta
(Menghasilkan biji), Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga), Kelas:
Liliopsida (berkeping satu / monokotil), Sub Kelas: Commelinidae, Ordo:
Poales, Famili: Poaceae (suku rumput-rumputan), Genus:
Oryza, Spesies: Oryza sativa
L. (Grist, 1960)
Morfologi
Tanaman
padi terdiri dari dua bagian yaitu bagian vegetatif yaitu (akar, batang, dan daun) dan bagian generative yaitu malai, bunga dan buah. Organ-organ
tanaman yang berfungsi mendukung dan menyelenggarakan proses pertumbuhan adalah
bagian vegetatif dan bagian generatif berfungsi sebagai organ reproduktif (Suparyono dan Setyono,
1993).
Tanaman padi mempunyai perakaran serabut, dimana akar primer (radikula) tumbuh
pada saat berkecambah. Akar padi tidak memiliki pertumbuhan yang sekunder
sehingga tidak banyak mengalami perubahan pada saat permulaan batang mulai
bertunas (kira-kira umur 15 hari). Akar tersebut berkembang dengan
pesat yang fungsinya untuk menopang batang, menyerap nutrien dan air pernapasan
dan pertumbuhan tanaman (Sumartono dkk, 1981).
Batang padi tersusun dari rangkaian ruas-ruas dan antara
ruas yang satu dengan yang lainnya dipisahkan oleh suatu buku. Ruas batang padi
di dalamnya berongga dan berbentuk bulat, dari atas kebawah, ruas batang itu
makin pendek. Pada awal pertumbuhan
ruas-ruas batang yang sangat pendek yang tersusun oleh pelepah daun akan
memanjang, dan berongga jika telah memasuki stadia produktif (Departemen Pertanian, 2008b).
Malai terdiri dari sekumpulan bunga padi (spikelet) yang
timbul dari ruas buku paling atas. Ruas ini merupakan sumbu utama dari
malai. Sedangkan bunga-bunga padi
terletak pada cabang-cabang pertama maupun cabang-cabang kedua (Departemen Pertanian, 2008a).
Menurut Pitojo (1997), bunga padi berkelamin dua terdiri
dari enam benang sari dan sebuah putik. Tangkai sarinya pendek dan tipis,
kepala sari besar serta mempunyai kandungan serbuk. Putik mempunyai dua tangkai putik dan dua
buah kepala putik yang berbentuk malai dengan warna pada umumnya putih atau
ungu.
Syarat Tumbuh
Iklim
Padi merupakan tanaman yang dapat tumbuh baik di daerah yang beriklim panas, curah
hujan yang cukup, udaranya banyak mengandung uap air dan di tempat yang terbuka
serta banyak mendapat sinar matahari. Di
Indonesia padi ditanam mulai 0 - 1330 diatas permukaan laut (Sumartono dkk,
1981). Curah hujan yang baik bagi tanaman padi yaitu rata-rata 200
mm per bulan atau lebih dengan distribusi selama empat bulan. Sedangkan curah
hujan yang dikehendaki per tahun sekitar 1500 sampai 2000 mm. Curah hujan yang baik akan membawa
dampak positif dalam pengairan sehinnga genangan air dapat tercukupi (Pitojo,
1997).
Suhu yang tinggi pada fase vegetatif dapat menaikkan jumlah
anakan, karena naiknya aktivitas tanaman dalam mengambil zat makanan.
Masing-masing stadia pertumbuhan, membutuhkan suhu maksimum 40 ºCdan
suhu minimum 10-12 ºC (Suseno, 1984).
Menurut Sumartono dkk dalam
Rudianto (1999), intensitas sinar matahari besar pengaruhnya terhadap hasil
gabah, terutama pada saat tanaman berbunga, 75%-80%. Kandungan tepung dalam
gabah merupakan hasil dari fotosintesis. Padi dapat tumbuh dengan baik pada
tanah dengan ketebalan lapisan atasnya antara 18 - 22 cm dengan pH antara 4
sampai 7 (Yosidah, 2007).
Kepik Hitam
Kepik hitam dapat diklasifikasi sebagai berikut:
Ordo: Hemiptera, Sub Ordo: Heteroptera,
Superfamili: Lygaeoidea, Famili: Lygaeidae, Subfamili: Rhyparochrominae, Genus:
Paraeucosmetus, Spesies: Paraeaucosmetus pallicornis. Kepik hitam (Paraeucosmetus pallicornis) adalah salah satu hama yang menyerang bulir
padi. Kerusakan yang ditimbulkan di Sulawesi Selatan mencapai 75-100% (Karantina Parepare, 2010).
Kerusakan pada tanaman terjadi karena
pengisapan cairan buah. Kepik hitam pada
saat-saat tertentu bersembunyi pada bagian bawah tanaman sehingga jarang dapat
menditeksi keberadaanya. Kepik hitam (Paraeucosmetus
pallicornis) merupakan hama baru pada tanaman padi yang ditemukan di
wilayah Luwu. Kepik hitam pertama kali dilaporkan pada musim tanam
1999/2000 di wilayah pengamatan Mangkutana Kabupaten Luwu Timur. Kemudian pada
musim tanam 2000/2001 penyebarannya meliputi Luwu Utara (Masamba) dan
Palopo, namun belum terindentifikasi
sebagai hama padi. Musim tanam 2007 dan musim tanam 2007-2008 hama ini muncul
kembali di Belopa, Palopo. Serangan terjadi lagi pada musim tanam 2008 di Suli
Barat, Belopa Utara, Kamanre Sukamaju, dan meluas sampai Bone-bone. Akhirnya hama ini berubah
dari hama sekunder menjadi hama primer yang sangat merisaukan petani (Karantina
Parepare, 2010).
Kepik hitam menyerang bulir padi pada saat matang
susu yang menyebabkan bentuk padi menjadi ramping, sebagian bentuk padi menjadi
menjadi gosong. Padi yang sudah digiling
menjadi beras warnanya hitam kecoklatan.
Kondisi ini bisa menurunkan secara kuantitas. Jika beras dimasak dan dimakan akan terasa
pahit.
Musim tanam 2009/2010 bulan April – Juli penyebaran kepik hitam lebih luas meliputi kabupaten Bone,
Sidrap, Pinrang, dan Polman. Rata-rata
menimbulkan kerusakan sangat berat karena petani tidak mengetahui kepik hitam
merupakan hama baru pada tanaman padi. Dengan semakin
meluasnya daerah serangan hama kepik hitam maka perlu upaya untuk
menanggulangi/mengendalikan agar tidak semakin meluas. Di sisi lain belum adanya insektisida yang direkomendasikan sebagai
sarana pengendalian kepik hitam jika sewaktu-waktu terjadi ledakan hama (Karantina
Parepare, 2010).
Pestisida Nabati
Pestisida nabati adalah bahan aktif tunggal atau majemuk
yang berasal dari tumbuhan yang dapat digunakan untuk mengendalikan organisme
penggangu tanaman (OPT). Pestisida
nabati dapat berfungsi sebagai penolak, penarik, antitertelites (pemandul), pembunuh
dari bentuk lainnya.
Secara umum pestisida nabati diartikan sebagai suatu
pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan yang relatif mudah dibuat
dengan kemampuan dan pengetahuan yang terbatas, karna dibuat dari bahan
alami/nabati maka jenis pestisida ini bersifat mudah terurai di alam. Sehingga tidak mencemari lingkungan
dan relatif aman bagi manusia dan ternak peliharaan karena residu mudah hilang (Kardinan dan
Agus, 1999).
Penggunaan pestisida nabati
aman terhadap kesehatan dan lingkungan, mudah dibuat dan harganya murah.
Tidak menyebabkan keracunan pada tanaman, tidak mudah menimbulkan kekebalan
terhadap hama dan menghasilkan produk yang aman karna bebas residu. Namun terdapat pula kelemahan yakni daya
kerja relatif lambat, tidak membunuh jasad sasaran secara langsung, tidak tahan
terhadap sinar matahari, kurang praktis, serta tidak tahan disimpan,
kadang-kadang harus disemprot berulang kali (Departemen pertanian, 2008a).
Banyak jenis tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai pestisida
nabati antara lain:
Mimba (Azadiractha
indica)
Mimba, terutama dalam biji dan daunnya mengandung komponen
dari produksi metabolit sekunder yang diduga sangat bermanfaat. Baik dalam
bidang pertanian (pestisida dan pupuk), maupun farmasi (kosmetik dan
obat-obatan). Beberapa diantaranya
adalah azadirachtin, salanin, meliantriol, nimbin dan nimbidin. Mimba tidak membunuh hama secara cepat, namun
mengangu hama pada proses makan, pertumbuhan, reproduksi, dan lainnya
(Dalimartha, 2007).
Azadirachtin berperan sebagai zat yang dapat menghambat
kerja hormon edyson, yaitu suatu hormon yang berfungsi dalam proses metamorfosa
serangga. Serangga akan terganggu pada proses pergantian kulit. Ataupun proses
perubahan dari telur menjadi larva, atau dari larva menjadi kepompong atau dari
kepompong menjadi dewasa biasannya kegagalan dalam proses ini sering kali
mengakibatkan kematian. Selanin berperan sebagai penurun nafsu makan (anti-feedant) yang mengakibatkan daya
rusak serangga sangat menurun. Walaupun
serangga sendiri belum mati. Oleh karena itu, saat penggunaan mimba, sering sekali
hamanya tidak mati seketika setelah disemprot (knock down). Namun mati setelah 4-5 hari. Hama yang sudah
disemprot tersebut daya rusaknya sudah
sangat menurun, karena sakit (Kardiman dan
Agus. 1999).
Meliantriol berperan sebagai penghalau (repelent) yang
mengakibatkan hama enggan mendekati zat tersebut. Belalang Schistocerca gregaria menyerang tanaman di Afrika. Semua tanaman terserang oleh belalang, kecuali satu
jenis tanaman yaitu mimba. Nimbin dan nimbidin berperan sebagai anti mikro
organisme seperti anti-virus, bakterisida, dan fungisida (Kardiman dan Agus.
1999).
Lantana Camara (Lantana aculeate )
Herba batang berbulu dan berukuran
lebih kurang 2 meter. Daunnya kasar,
beraroma dan berukuran panjang beberapa sentimeter dengan bagian tepi daun
bergerigi. Bercabang banyak, ranting
berbentuk segi empat.
Tumbuhan yang berasal dari Amerika
tropis ini bisa ditemukan dari dataran rendah sampai ketinggian 1.700 meter
diatas permukaan laut. Daun berpotensi
dijadikan sebagai pestisida nabati karna mengandung lantadene A, lantadene B,
lantanolic acid, lantic acid, humule (mengandung minyak atsiri)
b-caryophyllene, g-terpidene, a–pinene dan r-cymene (Departemen Pertanian.
2008).
Tembakau (Nicotium
tabacum)
Senyawa yang dikandung adalah nikotin. Nikotin ini tidak hanya racun untuk
manusia, tetapi dapat juga dimanfaatkan sebagai racun untuk serangga. Daun tembakau kering mengandung 2-8%
nikotin. Nikotin merupakan racun syaraf
yang bereaksi cepat. Nikotin berperan sebagai racun kontak bagi serangga
seperti: ulat perusak daun, aphids, triphs dan pengendali jamur (fungsida).
Tembakau diambil daunnya untuk
digunakan sebagai bahan pestisida nabati.
Caranya daun tembakau direndam
kemudian disaring, hasil saringan inilah yang bisa digunakan untuk
mengusir berbagai hama pada tanaman (Departemen Pertanian. 2008).
Serai (Andropogon
nardus L).
Serai (Andropogon
nardus L,. dapat dimanfaatkan sebagai pestisida
karena
mengandung zat-zat seperti geraniol, metal heptenon, asam-asam organik terutama
sitronela.
Tanaman ini dapat digunakan sebagai insektisida, bakterisida
dan nematisida. Senyawa aktif dari
tanaman ini berbentuk minyak atsiri yang terdiri dari senyawa sitral,
sitronella, geraniol, mirsena, nerol, farnesol, metil, heptenol dan dipentena. Daunnya dapat menghasilkan minyak
atsiri yang dapat digunakan untuk mengusir nyamuk dan serangga (Departemen
Pertanian. 2008).
Sirih (Piper betle)
Ada banyak zat
yang baik untuk kesehatan
yang dikandung dalam minyak sirih terutama yang telah diolah dan diambil
minyaknya. Minyak atsiri yang berasal dari dari daun sirih mengandung
betIephenol, seskuiterpen, pati, diatase, gula dan zat samak dan kavikol yang
memiliki daya mematikan kuman, antioksidasi dan fungisida. Kandungan ini memiliki daya mematikan serangga sehingga
tanaman ini biasa dijadikan pestisida nabati (Departemen Pertanian, 2008).
Hipotesis
1. Terdapat salah satu tanaman yang
berfungsi sebagai bahan pestisida nabati terbaik yang mampu mempengaruhi
perilaku hama
kepik hitam pada tanaman padi.
2. Terdapat konsentrasi pestisida
nabati terbaik untuk menekan aktifitas hama kepik hitam.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian
ini dilaksanakan dalam dua tahap. Tahap pertama dilaksanakan di laboratorium SPP Negri Rappang Kabupaten Sidenreng Rappang.
Tahap kedua dilaksanakan di lahan petani di Kelurahan Majjelling Wattang,
Kecamatan Maritenggae, Kabupaten Sidenreng Rappang. Dimulai pada Januari sampai
April 2011.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah stoples, cangkul, parang,
timbangan, alat takar, hand sprayer,
alat penyiram dan sungkup. Bahan yang digunakan adalah polybag, padi masak susu, daun tembakau,
daun mimba, tanaman sereh, daun sirih, daun lantana camara, pupuk organik
granul, hama kepik hitam, benih padi.
Metode Penelitian
Percobaan dilaksanakan dalam 2 tahap, tahap pertama
dilaksanakan di dalam laboratorium dan tahap kedua dilaksanakan di lahan petani
di Kelurahan Majjelling Wattang Kabupaten Sidenreng Rappang.
Percobaan laboratorium
Pada percobaan laboratorium ini dicoba sebanyak 6 perlakuan
dengan tingkat konsentrasi 10%.
Perlakuannya adalah:
N0 = Kontrol
N1 = Mimba (Azadirachta indica)
N2 = Lamtana camara (Lantana aculeate L)
N3 = Tembakau (Nicotium tabacum)
N4 = Serai (Andropogon nardus I)
N5 = Sirih (piper betle)
Setiap perlakuan berisi 10 ekor serangga kepik hitam, yang
diberi pakan buah padi masak susu. Pakan ditancapkan di dalam stoples plastik
berisi pasir setinggi 5 cm, ukuran
diameter 24,5 cm dan tinggi 26 cm.
Pengamatan dilakukan terhadap parameter:
1. Perilaku serangga : aktif dan kurang
aktif
2. Jumlah kematian serangga
Pengamatan
dilakukan 2 jam, 24 jam, dan 48 jam setelah aplikasi.
Parameter pengamatan pada tahap ini adalah perilaku dan
jumlah kematian serangga setelah aplikasi perlakuan.
Pembuatan pestisida nabati
Bahan seberat 1 kg dihaluskan kemudian dicampur dengan air sebanyak 5
liter direndam selama 12 jam lalu
disaring. Dilakukan pengenceran
dengan menggunakan rumus:
V1 x M1 = V2
x M2
600 x 90%
= V2 x 30%
V2 = 540
/ 30%
V2 = 1800 ml
Keterangan:
V1 = Volume
awal
V2 = Volume
encer
M1 = Konsentrasi
awal
M2
= Konsentrasi akhir
Percobaan lapangan
Percobaan dilakukan di lahan petani. Bahan pestisida terbaik
yang diperoleh pada percobaan laboratorium dipersiapkan. Penelitian ini disusun
dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yaitu pestisida nabati terbaik
yang diperoleh dari hasil penelitian laboraturium, dengan konsentrasi 10%, 20%,
dan 30%. Sehingga jumlah perlakuan yang dicoba dengan kontrol adalah 4 perlakuan
masing-masing perlakuan diulang 3 kali.
Adapun percobaan di lapangan adalah sebagai berikut:
P0 = Tanpa
perlakuan pestisida (kontrol).
P1 = Konsentrasi
10%
P2 = Konsentrasi
20%
P3 = Konsentrasi
30%
Setiap perlakuan diulang dalam tiga kelompok sehingga
terdapat 12 unit pengamatan.
Pelaksanaan
Persiapan media tanam
Polibag diisi dengan tanah sawah hingga 90% yang dicampur
dengan pupuk organik dengan perbandingan 2:1 (tanah + pupuk organik) Selanjutnya
diatur dengan tiga kelompok dengan mengurutkan polibag berdasarkan hasil acak.
Penanaman
Polibag berisi tanah tanah basah ditanami benih padi. Setiap
polibag dibuat lubang tanaman dan ditanami hingga tiga benih padi, selanjutnya
dipelihara dengan penyiraman setiap tiga hari sekali dan pemupukan dengan dosis
yang sama (termasuk polibag kontrol) dengan menggunakan pupuk organik granul.
Aplikasi pestisida nabati
Aplikasi pertama 60 hari setelah
tanam aplikasi berikutnya dilakukan pada setiap minggunya. Aplikasi dilakukan
dengan volume semprot 300 ml/rumpun tanaman dengan mengunakan hand sprayer.
Analisis data
Data dianalisis menggunakan uji F, bila perlakuan berbeda
nyata maka analisis dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT).
Penetapan rumpun pengamatan
1. Setiap polibag diamati, seluruh
tanaman padi yang tumbuh.
2. Waktu pengamatan setiap sebelum dan
setelah melakukan penyemprotan.
Komponen pengamatan
Semua rumpun padi diamati pada setiap perlakuan. Waktu
pengamatan dilakukan sebelum dan setelah melakukan penyemprotan. Adapun komponen
pengamatan adalah sebagai berikut:
1. Perilaku dan
kematian kepik hitam.
Diukur
berdasarkan perliaku aktif, kurang aktif
dan kematian serangga
2.
Intensitas
serangan ( I )
Jumlah bulir terserang (A)
I = x 100%
Jumlah bulir normal (B) + jumlah bulir terserang (A)
3. Produksi (g) per polybag saat panen. Diukur saat
panen, yaitu mengukur berat gabah pada setiap perlakuan.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Hasil
1.
Percobaan
Laboratorium
a.
Perilaku kepik hitam (Paraeucosmetus pallicornis)
Pengamatan
yang dilakukan di laboratorium terhadap perilaku kepik hitam (Paraeucosmetus pallicornis) pada 5
jenis pestisida nabati. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Perilaku
kepik hitam pada perlakuan 5 jenis pestisida nabati setelah aplikasi selama 48
jam.
Jenis Pestisida
|
Jumlah Kepik Hitam
(ekor)
|
|||||
2 Jam
|
24 Jam
|
48 Jam
|
||||
Aktif
|
Kurang Aktif
|
Aktif
|
Kurang Aktif
|
Aktif
|
Kurang Aktif
|
|
Mimba
|
0
|
10
|
7
|
2
|
0
|
8
|
Sereh
|
6
|
4
|
6
|
3
|
2
|
7
|
Sirih
|
1
|
9
|
9
|
1
|
8
|
2
|
Tembakau
|
3
|
7
|
2
|
8
|
7
|
2
|
Lamtana cemara
|
6
|
4
|
8
|
2
|
6
|
2
|
Kontrol
|
10
|
0
|
10
|
0
|
10
|
0
|
Secara
umum, semua jenis pestisida nabati
memberikan pengaruh terhadap kepik hitam, berupa keaktifannya. Pengamatan 2 jam setelah aplikasi menunjukkan
ada penekanan keaktifan terhadap kepik
hitam, terutama pada perlakuan mimba. Pada perlakuan mimba semua kepik
hitam kurang aktif (10 serangga),
kemudian disusul pada perlakuan sirih (9 serangga), tembakau (7 serangga), Lantana
camara dan sereh (4 serangga), sedangkan pada perlakuan kontrol (0 serangga). Pengamatan 24 jam setelah
aplikasi menunjukkan penekanan keaktifan kepik hitam tertinggi terdapat pada
perlakuan tembakau yaitu 8 ekor serangga yang kurang aktif, sedangkan pada
perlakuan mimba penekanan terhadap kepik hitam justru menurun yaitu 2 ekor
serangga yang kurang aktif. Pada
pengamatan 48 jam setelah aplikasi penekanan keaktifan tertinggi terdapat pada
perlakuan mimba yaitu 8 ekor serangga, sedangkan pada kontrol 0 serangga
b. Kematian kepik hitam
Hasil uji laboratorium terhadap jumlah
serangga kepik hitam, yang mati pada
5 jenis pestisida nabati dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah
kematian kepik hitam pada perlakuan 5 jenis pestisida
nabati setelah aplikasi selama 48 jam.
Jenis Pestisida
|
Jumlah Kepik Hitam
(ekor)
|
||
2 Jam
|
24 Jam
|
48 Jam
|
|
Mimba
|
0
|
1
|
2
|
Sereh
|
0
|
1
|
1
|
Sirih
|
0
|
0
|
0
|
Tembakau
|
0
|
0
|
1
|
Lamtana cemara
|
0
|
0
|
1
|
Kontrol
|
0
|
0
|
0
|
Hasil pengamatan laboratorium untuk menguji 5 jenis pestisida nabati
terhadap jumlah kematian serangga diperoleh hasil berupa, terjadinya kematian
terbanyak dengan pemberian ekstrak mimba (2 ekor), selanjutnya sereh, tembakau,
dan lantana camara (masing-masing 1 ekor). Hasil
kedua pengamatan tersebut yaitu perilaku dan kematian serangga menunjukkan perlakuan
yang terbaik untuk dicobakan di lapangan, yaitu perlakuan dengan menggunakan
daun mimba.
2.
Percobaan
lapangan
Berdasarkan
hasil uji laboratorium, maka pada percobaan lapang pestisida nabati yang
digunakan adalah ekstrak daun mimba. Hasil percobaan lapangan adalag sebagai
berikut:
a. Pengamatan
perilaku aktif kepik hitam.
Hasil rata-rata
jumlah kepik hitam yang aktif selama 4 minggu pengamatan pada uji lapang
setelah pemberian berbagai macam konsentrasi ekstrak daun mimba.
Gambar 1. Rata–rata
jumlah kepik hitam yang aktif setelah pemberian berbagai konsentrasi ekstrak daun mimba.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa, semua konsentrasi ekstrak daun mimba
menunjukkan pengaruhi perilaku aktif
kepik hitam. Pada kosentrasi 30% (P3) tingkat penekanan yang tinggi terdapat
pada minggu ke 3 yaitu 1 ekor serangga yang aktif, jika dibandingkan dengan kosentrasi lainnya. Sedangkan
pada kontrol (P0) menunjukkan hampir tidak ada penekanan terhadap perilaku
aktif kepik hitam yaitu, 6,67 ekor
serangga yang aktif.
b. Pengamatan
perilaku kurang aktif kepik hitam.
Hasil rata-rata
jumlah kepik hitam yang kurang aktif selama 4 minggu pengamatan pada uji lapang
setelah mempergunakan berbagai macam konsentrasi ekstrak daun mimba.
Gambar
2. Rata–rata jumlah kepik hitam (Paraeucosmetus pallicornis) yang kurang aktif setelah pemberian berbagai
konsentrasi ekstrak daun mimba.
Pengamatan rata-rata perilaku kurang aktif kepik hitam pada Gambar 2, terlihat bahwa, pengaruh perilaku kurang aktif kepik
hitam tertinggi terlihat pada minggu ke
4 terdapat pada kontrol yaitu 3 ekor serangga sedangkan pada perlakuan P3
menunjukan tidak ada serangga yang kurang aktif.
c. Pengamatan
jumlah kepik hitam yang mati setelah pemberian berbagai konsentrasi ekstrak
daun mimba.
Hasil rata-rata
jumlah kepik hitam yang mati selama 4 minggu dari hasil pengamatan pada uji
lapang setelah menggunakan berbagai konsentrasi ekstrak daun mimba.
Gambar
3. Rata–rata jumlah kepik hitam (Paraeucosmetus pallicornis) yang mati
setelah pemberian berbagai konsentrasi ekstrak daun mimba.
Hasil pengamatan dari Gambar 3 terlihat adanya perbedaan pada setiap
konsentrasi yang diberikan, kematian kepik hitam tertinggi terdapat pada minggu
ke 3 terlihat pada konsentrasi 30% yaitu 4 ekor serangga, sedangkan pada
tingkat kematian serangga terendah terdapat pada perlakuan kontrol yaitu 1 ekor
serangga yang mati.
d. Pengamatan
intensitas serangan kepik hitam terhadap tanaman padi
Analisis ragam
yang disajikan pada Lampiran 6b menunjukkan perlakuan tidak berpengaruh nyata
terhadap intensitas serangan. Rata-rata intensitas serangan kepik hitam setelah
pemberian berbagai konsentrasi ekstrak daun mimba terhadap tanaman padi
disajikan pada Gambar
4.
Gambar
4. Rata–rata intensitas serangan kepik
hitam (Paraeucosmetus pallicornis)
setelah pemberian berbagai konsentrasi ekstrak daun mimba pada umur 60 hst.
Gambar 4 menunjukkan
intensitas serangan tertinggi terdapat pada perlakuan P0 yaitu 34,16 %,
sedangkan intensitas serangan terkecil terdapat pada konsentrasi 30% yaitu 19,
62%.
e. Berat
rata-rata produksi gabah (g) minggu terakhir pengamatan.
Analisis ragam
yang disajikan pada Lampiran 7b menunjukkan perlakuan tidak berpengaruh nyata
terhadap berat gabah. Hasil pengamatan rata-rata berat gabah setelah diberi
berbagai konsentrasi ekstrak daun mimba dapat dilihat pada gambar 5. Berdasarkan analisa sidik ragamnya menunjukkan pemberian
ekstrak daun mimba dengan berbagai konsentrasi memberikan pengaruh yang tidak
nyata.
Gambar
5. Rata–rata berat gabah setelah
pemberian berbagai konsentrasi ekstrak daun mimba.
Gambar 5 menunjukkan pada konsentrasi 30% memperlihatkan rata-rata berat
gabah tertinggi yaitu 50,41 g, kemudian konsentrasi 20% sebanyak 42,22 g,
lalu konsentrasi 10% sebanyak 41,40 g, dan tanpa perlakuan sebanyak 36,84 g.
Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan, serangga
digolongkan kurang aktif apabila serangga menjauh dari tanaman padi atau tidak
berada pada buah. Diketahui serangga jenis ini menyerang pada buah padi
dengan daya rusak yang sangat tinggi, (Dinas Pertanian dan
Kehutanan Provinsi DKI Jakarta, 2008)
1.
Uji
laboratorium
Uji laboratorium
dilakukan dengan memanfaatkan berbagai ekstrak daun tanaman. Dimaksudkan
sebagai seleksi awal untuk menentukan
jenis ekstrak yang berpengaruh terhadap perilaku dan kematian kepik hitam (paraeucosmetus pallicornis) yang akan digunakan pada pengujian di
lapangan.
Berdasarkan hasil
pengamatan secara keseluruhan terhadap penggunaan berbagai ekstrak daun tanaman
dapat dikatakan bahwa semua perlakuan dapat memberikan pengaruh terhadap
perilaku dan kematian kepik hitam, kecuali pada ekstrak daun sirih. Perlakuan ekstrak daun sirih tidak mampu berpengaruh
terhadap kematian kepik hitam. Ini membuktikan bahwa setiap tanaman
menghasilkan senyawa yang berbeda. Tunner (1963) mengemukakan bahwa setiap
tanaman menghasilkan macam dan jumlah senyawa yang berbeda-beda, sehingga ada
yang mampu menekan bagian tertentu.
Uji laboratorium
menunjukkan, perlakuan ekstrak daun mimba mampu memberikan pengaruh terbaik
terhadap perilaku dan kematian kepik hitam, yaitu terdapat 1 ekor serangga mati
pada pengamatan 24 jam dan 2 ekor pada pengamatan 48 jam (Lampiran 2). Ini
disebabkan karena ekstrak akar daun mimba mengandug suatu senyawa aktif yang
berpengaruh terhadap perilaku dan kematian kepik hitam. Reintjes (1993)
mengemukakan bahwa ekstrak mimba memiliki kemampuan sangat baik dalam hal
membunuh, mengusir dan meracuni serangga, nematoda dan jamur. Selanjutnya
Pakih (2005)
mengemukakan bahwa mimba mengandung
beberapa komponen aktif antara lain, azadirachtin, salanin, azadiradion,
salannol, salanolacetate, dan 3-deacetyl nimbinen, yang dapat mempengaruhi perilaku fisiologi serangga.
2. Percobaan lapangan.
a. Perilaku
dan kematian kepik hitam
Hasil pengamatan
terhadap perilaku dan kematian kepik hitam pada penggunaan berbagai konsentrasi
ekstrak daun mimba menunjukkan semua konsentrasi mampu memberikan pengaruh terhadap
perilaku dan kematian kepik hitam.
Pemberian ekstrak daun mimba kosentrasi 30%, lebih efektif memberikan pengaruh terhadap
perilaku dan kematian kepik hitam. Hal ini disebabkan konsentrasi ekstrak daun
mimba yang lebih pekat
karena mengandung azadirachtin lebih tinggi dibanding perlakuan lainnya yang dicobakan.
Pengamatan perilaku
dan kematian kepik hitam pada pemberian berbagai konsentrasi, setiap perlakuan
menunjukkan perbedaan pada setiap konsentrasinya. Perbedaan ini disebabkan
karena pada setiap konsentrasi ekstrak daun mimba memiliki konsentrasi senyawa yang
berbeda pula, tergantung banyak sedikitnya konsentrasi ekstrak daun mimba. Ini
sejalan dengan pernyataan Prijono dalam
Sutoyo (2000), yang menyatakan bahwa semakin pekat konsentrasi larutan berarti
semakin tinggi
kandungan bahan aktif yang dapat mengganggu proses metabolisme.
Pada pengamatan di lapangan ada faktor lain yang
mempengaruhi selain konsentrasi daun mimba, yaitu pada saat percobaan dilakukan
suhu mencapai 33°C hingga 36ºC. Suhu yang tinggi pada uji lapang ini memberikan
pengaruh terhadap perilaku dan kematian kepik hitam, ini sejalan dengan
pernyataan Subyanto (2000) menyatakan ada
7 batas daerah suhu (Zona)
yang membatasi aktivitas kehidupan serangga. Tujuh zona tersebut meliputi
: zona batas fatal atas, zona dorman atas, zona efektif atas, zona optimum,
zona efektif bawah, zona dorman bawah dan zona fatal bawah selanjutnya.
Ada 2 zona yang
menyebabkan serangga mengalami kematian yaitu zona batas fatal atas dan zona
fatal bawah. Pada zona fatal bawah, dengan suhu > 48OC serangga
mengalami kematian. Sedangkan pada zona fatal bawah dengan suhu sekitar 4OC
serangga mengalami kematian (Tjahjadi, 1989), umur serangga juga termasuk salah satu faktor yang ikut mempengaruhi
perilaku dan kematian kepik hitam. Pada penelitian ini tidak diketahui berapa umur masing-masing serangga yang
diambil sebagai sampel pada penelitian ini,
Susia News, Pinrang (2011) menyatakan umur kepik hitam
jantan rata rata 38 hari dan betina 45 hari.
b. Intensitas
serangan kepik hitam (Paraeucosmetus pallicornis)
pada tanaman padi.
Hasil pengamatan menunjukkan pada pemberian
berbagai kosentrasi ekstrak daun mimba tidak berpengaruh nyata terhadap
intensitas serangan kepik hitam (Lampiran 6b). Pada pemberian ekstrak daun
mimba konsentrasi 30% lebih efektif dalam menurunkan intensitas serangan kepik
hitam. Hal ini terlihat bahwa pada konsentrasi ini menghasilkan larutan yang
lebih pekat dan konsentrasi yang tinggi menghasilkan senyawa yang juga lebih tinggi. Ini sejalan pernyataan Prijono dalam Sutoyo (2000), yang menyatakan bahwa semakin pekat konsentrasi
larutan berarti semakin tinggi
kandungan bahan aktif yang dapat mengganggu proses metabolisme. Selanjutnya Tess
Henn dan Rick Weinzierl (1989) menyatakan bahwa mimba berpengaruh terhadap nafsu makan,
juga dapat sebagai penolak, penghambat tumbuh, menekan penetasan telur,
atau racun. Sehingga pada penelitian ini rata-rata intensitas serangga pada
konsentrasi 30% adalah 19,63%.
c. Produksi padi (g)
Hasil pengamatan menunjukkan konsentrasi ekstrak daun mimba tidak berpengaruh nyata terhadap produksi padi. Hal ini disebabkan karena kurangnya cahaya yang dapat diterima
dan akan
mengganggu proses fotosintesis dan pertumbuhan tanaman. Berakibat kandungan
nutrisi yang terdapat pada tanaman berkurang. Dalam menentukan tanaman inang,
perlu tanaman yang cocok bagi kehidupan hama. Bila makanan tidak cocok, dengan
sendirinya populasi hama tidak akan dapat berkembang sebagaimana biasanya. Ini sejalan
dengan pernyataan Kartasapoetra (1991), yang menyatakan ketidakcocokan makanan
dapat timbul karena kurangnya kandungan unsur yang diperlukan, rendahnya kadar
air dalam kandungan makanan.
Intensitas serangan ini berhubungan erat dengan hasil yang
menunjukkan bahwa semakin tinggi intensitas serangan
makin rendah produksi gabah yang didapatkan pada penelitian ini.
Sehubungan dengan
pemanfaatan ekstrak daun mimba dalam penelitian ini, belum dapat dijelaskan
jenis senyawa yang berperan dalam menekan aktifitas perilaku serangga kepik hitam. Tetapi berdasarkan
hasil pengamatan secara keseluruhan terdapat perbedaan pengaruh pada pemberian
berbagai konsentrasi ekstrak daun mimba bila dibandingkan dengan kontrol. Apalagi bila dengan konsentrasi yang lebih tinggi.
Hasil pengamatan memang
belum menunjukkan adanya pengaruh nyata perlakuan terhadap produksi padi. Tetapi ada
pengaruh negatif yang ditimbulkan oleh aplikasi ekstrak daun mimba pada
konsentrasi 30% rata-rata berat gabah 50,41 gr, 20% seberat
42,22 gr, 10% seberat 1,4 gr, dan kontrol seberat 36,84 gr. Yang menghasilkan perbedaan yang besar terhadap pengendalian kepik hitam (Paraeucosmetus pallicornis) antara perlakuan selama pengamatan.
Ini menunjukkan perlunya dilakukan penelitian lanjutan dengan meningkatkan
konsentrasi ekstrak daun mimba. Sehingga diperoleh hasil yang terbaik terhadap
perilaku, kematian, dan intensitas serangan kepik hitam.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari penelitian ini
dapat
disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
a.
Ekstrak daun mimba adalah
pestisida nabati terbaik dalam
mengendalikan hama kepik hitam (Paraeucosmetus
pallicornis)
b.
Konsentrasi 30% ekstrak daun mimba lebih efektif dalam
mengendalikan hama kepik hitam (Paraeucosmetus
pallicornis)
c.
Semakin
tinggi konsentrasi ekstrak semakin besar pengaruh negatif yang ditimbulkan
terhadap hama kepik hitam (Paraeucosmetus
pallicornis)
.
Saran
Mimba
dapat dijadikan suatu paket peralihan dari penggunaan bahan kimia menuju
Pengelolaan Hama Terpadu ditingkat petani.
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang tingkat keefektifan
ekstrak daun mimba untuk hama kepik hitam (Paraeucosmetus
pallicornis), perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang
penggunaan ekstrak daun mimba yang dicampur dengan senyawa lain seperti senyawa
diterdjen. Selain itu`perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui senyawa yang paling
dominan memberikan pengaruh terhadap hama kepik hitam (Paraeucosmetus
pallicornis).
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pertanian, 1994. Pengendalian Hama Terpadu Departemen
Pertanian. Jakarta.
, 2008a. Lembaran
Informasi Pertanian Depertamen Pertanian. Jakarta.
, 2008b. Intensifikasi
Padi Deptan. Jakarta.
, 2009. Menuju
Pertanian Tanggal Surat Kabar Sinar Tani Deptan. Jakarta.
, 2010. Laporan
Triwulan III tahun 2010. Dinas Pertanian dan Perkebunan Kab. Sidrap.
Dinas
Pertanian dan Kehutanan Provinsi DKI Jakarta, 2008. Pemanfaatan Cendawan
Sebagai Patogen Serangga.
BPHPT, 2010. Petunjuk Pengendalian Hama Kepik Hitam. Balai Peramalan Hama dan
Penyakit Tanaman, Sul-Sel.
Grist,
1960. Kajian Morfologi dan Produksi
Tanaman Padi. repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19946/.../Chapter%20II.pdf
Karantina Parepare, 2010. Kepik Hitam. Balai Peramalan Hama dan
Penyakit Tanaman Sulawesi Selatan, Balai Karantina Kelas A Kota Parepare.
Kardiman
dan Agus, 2009. Pestisida Nabati Ramuan dan Aplikasinya. Penebar swadaya. Jakarta.
Kartasapoetra. A.G., 1991. Hama Hasil
Tanaman Gudang, Rineka Cipta Jakarta.
Pitojo, 1997. Budidaya Tanaman Padi Sawah
Sistem Tanaman Tabela. Penebar Swadaya. Jakarta.
Prijono,
D. 1999. Pengembangan dan Pemanfaatan
Insektisida Alami. Pusat
Kajian Pengendalian Hama Terpadu IPB. Bogor.
Ress. H.
Weinzierl, R. 1989. Botanical Insecticides and Insecticidal Soaps. University of
Illionis. Unted States of America.
Suparyono dan Setyono, 1993. Padi. Penebar Swadaya. Jakarta. Subyanto.
2000. Bahan Ajar Ilmu Hama hutan. Fakultas Kehutanan UGM.
Yogyakarta.
Sumartono, Bahrim. S, R. Haryono,
1981. Bercocok Tanam Padi. CV.
Yosaguna. Jakarta.
Suseno. H. 1984. Fisiologi Tumbuhan
Metabolisme Dasar Departemen
Botani Fakultas Pertanian IPB Bogor.
Tjahjadi, N.1989. Hama dan Penyakit
Tanaman. Kanisius. Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar