Sabtu, 05 Oktober 2013


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman padi merupakan bahan pangan utama di Indonesia, bahkan masyarakat Sulawesi Selatan khusus di Kabupaten Sidrap beras merupakan komoditas utama untuk menopang kebutuhan hidup sehari-hari. Tiap tahun permintaan akan beras meningkat, sehingga peningkatan produksi padi mutlak diperlukan guna memenuhi kebutuhan pokok pangan penduduk Indonesia.
Peningkatan produksi padi melalui intensifikasi dengan penerapan berbagai macam teknologi usaha tani mengalami peningkatan, walaupun diakui belum maksimal. Salah satu penyebab rendahnya produksi beras/gabah adalah adanya serangan hama kepik hitam.
Kabupaten Sidrap adalah salah satu sentra produksi tanaman padi, daerah ini dikenal sebagai lumbung padi Sulawesi Selatan dengan rata-rata luas pertanaman padi 79.000 ha/tahun. Tingkat serangan hama dan penyakit 11,08%  pertahun. Musim tanam 2009 dan 2010, tingkat serangan hama mencapai 30,03% pertahun (Dinas Pertanian dan Perkebunan, 2010). Pada musim tanam tersebut, hama yang mendominasi adalah walang sangit dan hama kepik hitam.
Kepik hitam adalah hama utama tanaman padi sehingga mendorong petani  melakukan pemberantasan hama tersebut. Namun pemberantasan yang dilakukan kurang bijaksana karena menggunakan pestisida kimia secara berlebihan. Dampak negatif dari penggunaan pestisida kimia antara lain: hama menjadi kebal (resisten), peledakan hama sekunder (resurjensi), penumpukan residu bahan kimia didalam hasil panen, terbunuhnya musuh alami, pencemaran lingkungan dan dapat mengakibatkan keracunan  bagi pengguna. Diduga kepik hitam merupakan hasil peledakan hama skunder. Salah satu cara untuk mengendalikan hal tersebut adalah penggunaan pestisida nabati. Pestisida nabati  merupakan bahan aktif yang berasal dari tumbuhan yang dapat digunakan untuk mengendalikan hama pada tanaman padi (Departemen pertanian, 2009). Pestisida nabati berfungsi sebagai penelaah, penarik, anti terlektitas, pembunuh dari bentuk lainnya terhadap hama dan tanaman (Kardiman dan Agus 1999).
Berdasarkan uraian di atas dilakukan percobaan penggunaan pestisida nabati dalam upaya mengendalikan serangan hama kepik hitam.

Tujuan dan kegunaan
Penelitan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pestisida nabati terhadap perilaku dan jumlah kematian hama kepik hitam pada tananam padi.
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan informasi bagi petani dalam penggunaan pestisida nabati pada padi, juga sebagai bahan pembanding pada penelitian selanjutnya.



TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Padi
Klasifikasi
Kingdom: Plantae (Tumbuhan),  Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh),  Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji),  Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga),   Kelas: Liliopsida (berkeping satu / monokotil), Sub Kelas: Commelinidae, Ordo: Poales, Famili: Poaceae (suku rumput-rumputan), Genus: Oryza, Spesies: Oryza sativa L. (Grist, 1960)
Morfologi
Tanaman padi terdiri dari dua bagian yaitu bagian vegetatif yaitu (akar, batang, dan daun) dan bagian generative yaitu malai, bunga dan buah. Organ-organ tanaman yang berfungsi mendukung dan menyelenggarakan proses pertumbuhan adalah bagian vegetatif dan bagian generatif berfungsi sebagai organ reproduktif (Suparyono dan Setyono, 1993).
Tanaman padi mempunyai perakaran  serabut, dimana akar primer (radikula) tumbuh pada saat berkecambah. Akar padi tidak memiliki pertumbuhan yang sekunder sehingga tidak banyak mengalami perubahan pada saat permulaan batang mulai bertunas (kira-kira umur 15 hari). Akar tersebut berkembang dengan pesat yang fungsinya untuk menopang batang, menyerap nutrien dan air pernapasan dan pertumbuhan tanaman (Sumartono dkk, 1981).
Batang padi tersusun dari rangkaian ruas-ruas dan antara ruas yang satu dengan yang lainnya dipisahkan oleh suatu buku. Ruas batang padi di dalamnya berongga dan berbentuk bulat, dari atas kebawah, ruas batang itu makin pendek.  Pada awal pertumbuhan ruas-ruas batang yang sangat pendek yang tersusun oleh pelepah daun akan memanjang, dan berongga jika telah memasuki stadia produktif (Departemen Pertanian, 2008b).
Malai terdiri dari sekumpulan bunga padi (spikelet) yang timbul dari ruas buku paling atas. Ruas ini merupakan sumbu utama dari malai.  Sedangkan bunga-bunga padi terletak pada cabang-cabang pertama maupun cabang-cabang kedua (Departemen Pertanian, 2008a).
Menurut Pitojo (1997), bunga padi berkelamin dua terdiri dari enam benang sari dan sebuah putik. Tangkai sarinya pendek dan tipis, kepala sari besar serta mempunyai kandungan serbuk.  Putik mempunyai dua tangkai putik dan dua buah kepala putik yang berbentuk malai dengan warna pada umumnya putih atau ungu.
Syarat Tumbuh
Iklim
Padi merupakan tanaman yang dapat tumbuh baik di daerah yang beriklim panas, curah hujan yang cukup, udaranya banyak mengandung uap air dan di tempat yang terbuka serta banyak mendapat sinar matahari.  Di Indonesia padi ditanam mulai 0 - 1330 diatas permukaan laut (Sumartono dkk, 1981). Curah hujan yang baik bagi tanaman padi yaitu rata-rata 200 mm per bulan atau lebih dengan distribusi selama empat bulan. Sedangkan curah hujan yang dikehendaki per tahun sekitar 1500 sampai 2000 mm. Curah hujan yang baik akan membawa dampak positif dalam pengairan sehinnga genangan air dapat tercukupi (Pitojo, 1997).
Suhu yang tinggi pada fase vegetatif dapat menaikkan jumlah anakan, karena naiknya aktivitas tanaman dalam mengambil zat makanan. Masing-masing stadia pertumbuhan, membutuhkan suhu maksimum 40 ºCdan suhu minimum 10-12 ºC (Suseno, 1984).
Menurut Sumartono dkk dalam Rudianto (1999), intensitas sinar matahari besar pengaruhnya terhadap hasil gabah, terutama pada saat tanaman berbunga, 75%-80%. Kandungan tepung dalam gabah merupakan hasil dari fotosintesis. Padi dapat tumbuh dengan baik pada tanah dengan ketebalan lapisan atasnya antara 18 - 22 cm dengan pH antara 4 sampai 7 (Yosidah, 2007).
Kepik Hitam
Kepik hitam dapat diklasifikasi sebagai berikut:
Ordo: Hemiptera, Sub Ordo: Heteroptera, Superfamili: Lygaeoidea, Famili: Lygaeidae, Subfamili: Rhyparochrominae, Genus: Paraeucosmetus, Spesies: Paraeaucosmetus pallicornis. Kepik hitam (Paraeucosmetus pallicornis)  adalah salah satu hama yang menyerang bulir padi.  Kerusakan yang ditimbulkan  di Sulawesi Selatan mencapai 75-100% (Karantina Parepare, 2010).
Kerusakan pada tanaman terjadi karena pengisapan cairan buah.  Kepik hitam pada saat-saat tertentu bersembunyi pada bagian bawah tanaman sehingga jarang dapat menditeksi keberadaanya. Kepik hitam (Paraeucosmetus pallicornis) merupakan hama baru pada tanaman padi yang ditemukan di wilayah Luwu.  Kepik hitam  pertama kali dilaporkan pada musim tanam 1999/2000 di wilayah pengamatan Mangkutana Kabupaten Luwu Timur. Kemudian pada musim tanam 2000/2001 penyebarannya meliputi Luwu Utara (Masamba) dan Palopo,  namun belum terindentifikasi sebagai hama padi. Musim tanam 2007 dan musim tanam 2007-2008 hama ini muncul kembali di Belopa, Palopo. Serangan terjadi lagi pada musim tanam 2008 di Suli Barat, Belopa Utara, Kamanre Sukamaju, dan meluas sampai Bone-bone. Akhirnya hama ini berubah dari hama sekunder menjadi hama primer yang sangat merisaukan petani (Karantina Parepare, 2010).
Kepik hitam menyerang bulir padi pada saat matang susu yang menyebabkan bentuk padi menjadi ramping, sebagian bentuk padi menjadi menjadi gosong.  Padi yang sudah digiling menjadi beras warnanya hitam kecoklatan.  Kondisi ini bisa menurunkan secara kuantitas.  Jika beras dimasak dan dimakan akan terasa pahit. 
Musim tanam 2009/2010 bulan April – Juli penyebaran kepik hitam lebih luas meliputi kabupaten Bone, Sidrap, Pinrang, dan Polman.  Rata-rata menimbulkan kerusakan sangat berat karena petani tidak mengetahui kepik hitam merupakan hama baru pada tanaman padi.  Dengan semakin meluasnya daerah serangan hama kepik hitam maka perlu upaya untuk menanggulangi/mengendalikan agar tidak semakin meluas. Di sisi lain belum adanya  insektisida yang direkomendasikan sebagai sarana pengendalian kepik hitam jika sewaktu-waktu terjadi ledakan hama (Karantina Parepare, 2010).

Pestisida Nabati
Pestisida nabati adalah bahan aktif tunggal atau majemuk yang berasal dari tumbuhan yang dapat digunakan untuk mengendalikan organisme penggangu  tanaman (OPT). Pestisida nabati dapat berfungsi sebagai penolak, penarik, antitertelites (pemandul), pembunuh dari bentuk lainnya.
Secara umum pestisida nabati diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan yang relatif mudah dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan yang terbatas, karna dibuat dari bahan alami/nabati maka jenis pestisida ini bersifat mudah terurai  di alam. Sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan ternak peliharaan karena residu mudah hilang (Kardinan dan Agus, 1999).
Penggunaan pestisida nabati  aman terhadap kesehatan dan lingkungan, mudah dibuat dan harganya murah. Tidak menyebabkan keracunan pada tanaman, tidak mudah menimbulkan kekebalan terhadap hama dan menghasilkan produk yang aman karna bebas residu.  Namun terdapat pula kelemahan yakni daya kerja relatif lambat, tidak membunuh jasad sasaran secara langsung, tidak tahan terhadap sinar matahari, kurang praktis, serta tidak tahan disimpan, kadang-kadang harus disemprot berulang kali (Departemen pertanian, 2008a).
Banyak jenis tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai pestisida nabati antara lain:


Mimba (Azadiractha indica)
Mimba, terutama dalam biji dan daunnya mengandung komponen dari produksi metabolit sekunder yang diduga sangat bermanfaat. Baik dalam bidang pertanian (pestisida dan pupuk), maupun farmasi (kosmetik dan obat-obatan).  Beberapa diantaranya adalah azadirachtin, salanin, meliantriol, nimbin dan nimbidin.  Mimba tidak membunuh hama secara cepat, namun mengangu hama pada proses makan, pertumbuhan, reproduksi, dan lainnya (Dalimartha, 2007).
Azadirachtin berperan sebagai zat yang dapat menghambat kerja hormon edyson, yaitu suatu hormon yang berfungsi dalam proses metamorfosa serangga. Serangga akan terganggu pada proses pergantian kulit. Ataupun proses perubahan dari telur menjadi larva, atau dari larva menjadi kepompong atau dari kepompong menjadi dewasa biasannya kegagalan dalam proses ini sering kali mengakibatkan kematian. Selanin berperan sebagai penurun nafsu makan (anti-feedant) yang mengakibatkan daya rusak serangga sangat menurun.  Walaupun serangga sendiri belum mati. Oleh karena itu, saat penggunaan mimba, sering sekali hamanya tidak mati seketika setelah disemprot (knock down). Namun mati setelah 4-5 hari. Hama yang sudah disemprot tersebut daya rusaknya  sudah sangat menurun, karena sakit (Kardiman dan  Agus. 1999).
Meliantriol berperan sebagai penghalau (repelent) yang mengakibatkan hama enggan mendekati zat tersebut. Belalang Schistocerca gregaria menyerang tanaman di Afrika. Semua  tanaman terserang oleh belalang, kecuali satu jenis tanaman yaitu mimba. Nimbin dan nimbidin berperan sebagai anti mikro organisme seperti anti-virus, bakterisida, dan fungisida (Kardiman dan Agus. 1999).
Lantana Camara (Lantana aculeate )
            Herba batang berbulu dan berukuran lebih kurang 2 meter.  Daunnya kasar, beraroma dan berukuran panjang beberapa sentimeter dengan bagian tepi daun bergerigi.  Bercabang banyak, ranting berbentuk segi empat.
            Tumbuhan yang berasal dari Amerika tropis ini bisa ditemukan dari dataran rendah sampai ketinggian 1.700 meter diatas permukaan laut.  Daun berpotensi dijadikan sebagai pestisida nabati karna mengandung lantadene A, lantadene B, lantanolic acid, lantic acid, humule (mengandung minyak atsiri) b-caryophyllene, g-terpidene, a–pinene dan r-cymene (Departemen Pertanian. 2008).
Tembakau  (Nicotium tabacum)
Senyawa yang dikandung adalah nikotin. Nikotin ini tidak hanya racun untuk manusia, tetapi dapat juga dimanfaatkan sebagai racun untuk serangga.  Daun tembakau kering mengandung 2-8% nikotin.  Nikotin merupakan racun syaraf yang bereaksi cepat. Nikotin berperan sebagai racun kontak bagi serangga seperti: ulat perusak daun, aphids, triphs dan pengendali jamur (fungsida).
Tembakau diambil daunnya untuk digunakan sebagai bahan pestisida nabati.  Caranya daun tembakau direndam  kemudian disaring, hasil saringan inilah yang bisa digunakan untuk mengusir berbagai hama pada tanaman (Departemen Pertanian. 2008).
Serai (Andropogon nardus L).
Serai (Andropogon nardus L,.  dapat dimanfaatkan sebagai pestisida karena mengandung zat-zat seperti geraniol, metal heptenon, asam-asam organik terutama sitronela.
Tanaman ini dapat digunakan sebagai insektisida, bakterisida dan nematisida.  Senyawa aktif dari tanaman ini berbentuk minyak atsiri yang terdiri dari senyawa sitral, sitronella, geraniol, mirsena, nerol, farnesol, metil, heptenol dan dipentena. Daunnya dapat menghasilkan minyak atsiri yang dapat digunakan untuk mengusir nyamuk dan serangga (Departemen Pertanian. 2008).
Sirih (Piper betle)
Ada banyak zat yang baik untuk kesehatan yang dikandung dalam minyak sirih terutama yang telah diolah dan diambil minyaknya. Minyak atsiri yang berasal dari dari daun sirih mengandung betIephenol, seskuiterpen, pati, diatase, gula dan zat samak dan kavikol yang memiliki daya mematikan kuman, antioksidasi dan fungisida. Kandungan ini memiliki daya mematikan serangga sehingga tanaman ini biasa dijadikan pestisida nabati (Departemen Pertanian, 2008).

Hipotesis
1.      Terdapat salah satu tanaman yang berfungsi sebagai bahan pestisida nabati terbaik yang mampu mempengaruhi perilaku hama kepik hitam pada tanaman padi.
2.      Terdapat konsentrasi pestisida nabati terbaik untuk menekan aktifitas hama kepik hitam.




BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap. Tahap pertama dilaksanakan di laboratorium  SPP Negri Rappang Kabupaten Sidenreng Rappang. Tahap kedua dilaksanakan di lahan petani di Kelurahan Majjelling Wattang, Kecamatan Maritenggae, Kabupaten Sidenreng Rappang. Dimulai pada Januari sampai April 2011.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah stoples, cangkul, parang, timbangan, alat takar, hand sprayer, alat penyiram dan sungkup. Bahan yang digunakan adalah polybag, padi masak susu, daun tembakau, daun mimba, tanaman sereh, daun sirih, daun lantana camara, pupuk organik granul, hama kepik hitam, benih padi.
Metode Penelitian
Percobaan dilaksanakan dalam 2 tahap, tahap pertama dilaksanakan di dalam laboratorium dan tahap kedua dilaksanakan di lahan petani di Kelurahan Majjelling Wattang Kabupaten Sidenreng Rappang.
Percobaan laboratorium
Pada percobaan laboratorium ini dicoba sebanyak 6 perlakuan dengan tingkat konsentrasi 10%.  Perlakuannya adalah:

N0          =          Kontrol
N1        =          Mimba (Azadirachta indica)
N2        =          Lamtana camara (Lantana aculeate L)
N3        =          Tembakau (Nicotium tabacum)
N4        =          Serai (Andropogon nardus I)
N5        =          Sirih (piper betle)
Setiap perlakuan berisi 10 ekor serangga kepik hitam, yang diberi pakan buah padi masak susu. Pakan ditancapkan di dalam stoples plastik berisi pasir setinggi 5 cm,  ukuran diameter 24,5 cm dan tinggi 26 cm. 
Pengamatan dilakukan terhadap parameter:
1.      Perilaku serangga : aktif dan kurang aktif
2.      Jumlah kematian serangga
Pengamatan dilakukan 2 jam, 24 jam, dan 48 jam setelah aplikasi.
Parameter pengamatan pada tahap ini adalah perilaku dan jumlah kematian serangga setelah aplikasi perlakuan.
Pembuatan pestisida nabati
Bahan seberat 1 kg dihaluskan kemudian dicampur dengan air sebanyak 5 liter  direndam selama 12 jam lalu disaring. Dilakukan pengenceran dengan menggunakan rumus:
V1   x   M1                  =                     V2   x   M2
600  x   90%                =                     V2   x   30%
V2                               =                     540   /   30%
V2                               =                     1800 ml
Keterangan:
 V1                             =                     Volume awal
 V2                             =                     Volume encer
 M1                             =                     Konsentrasi awal
 M2                             =                      Konsentrasi akhir
Percobaan lapangan
Percobaan dilakukan di lahan petani. Bahan pestisida terbaik yang diperoleh pada percobaan laboratorium dipersiapkan. Penelitian ini disusun dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yaitu pestisida nabati terbaik yang diperoleh dari hasil penelitian laboraturium, dengan konsentrasi 10%, 20%, dan 30%. Sehingga jumlah perlakuan yang dicoba dengan kontrol adalah 4 perlakuan masing-masing perlakuan diulang 3 kali.
Adapun percobaan di lapangan adalah sebagai berikut:
            P0        =          Tanpa perlakuan pestisida (kontrol).
            P1        =          Konsentrasi 10%
            P2        =          Konsentrasi 20%
            P3        =          Konsentrasi 30%
Setiap perlakuan diulang dalam tiga kelompok sehingga terdapat 12 unit pengamatan.


Pelaksanaan
Persiapan media tanam
Polibag diisi dengan tanah sawah hingga 90% yang dicampur dengan pupuk organik dengan perbandingan 2:1 (tanah + pupuk organik) Selanjutnya diatur dengan tiga kelompok dengan mengurutkan polibag berdasarkan hasil acak.
Penanaman
Polibag berisi tanah tanah basah ditanami benih padi. Setiap polibag dibuat lubang tanaman dan ditanami hingga tiga benih padi, selanjutnya dipelihara dengan penyiraman setiap tiga hari sekali dan pemupukan dengan dosis yang sama (termasuk polibag kontrol) dengan menggunakan pupuk organik granul.
Aplikasi pestisida nabati
Aplikasi pertama 60 hari setelah tanam aplikasi berikutnya dilakukan pada setiap minggunya. Aplikasi dilakukan dengan volume semprot 300 ml/rumpun tanaman dengan mengunakan hand sprayer.
Analisis data
Data dianalisis menggunakan uji F, bila perlakuan berbeda nyata maka analisis dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT).
Penetapan rumpun pengamatan
1.      Setiap polibag diamati, seluruh tanaman padi yang tumbuh.
2.      Waktu pengamatan setiap sebelum dan setelah melakukan penyemprotan.



Komponen pengamatan
Semua rumpun padi diamati pada setiap perlakuan. Waktu pengamatan dilakukan sebelum dan setelah melakukan penyemprotan. Adapun komponen pengamatan adalah sebagai berikut:
1.      Perilaku dan kematian kepik hitam. Diukur berdasarkan perliaku  aktif, kurang aktif dan kematian serangga
2.      Intensitas serangan ( I )    


Jumlah bulir terserang (A)
I  =                                                                                           x   100%                                                                                                                                            
        Jumlah bulir normal (B) + jumlah bulir  terserang (A)


3.      Produksi (g) per polybag saat panen. Diukur saat panen, yaitu mengukur berat gabah pada setiap perlakuan.




HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
1.      Percobaan Laboratorium
a.         Perilaku kepik hitam (Paraeucosmetus pallicornis)
Pengamatan yang dilakukan di laboratorium terhadap perilaku kepik hitam (Paraeucosmetus pallicornis) pada 5 jenis pestisida nabati. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1.   Perilaku kepik hitam pada perlakuan 5 jenis pestisida nabati setelah aplikasi selama 48 jam.

Jenis Pestisida
Jumlah Kepik Hitam (ekor)
2 Jam
24 Jam
48 Jam
Aktif
Kurang Aktif
Aktif
Kurang Aktif
Aktif
Kurang Aktif
Mimba
0
10
7
2
0
8
Sereh
6
4
6
3
2
7
Sirih
1
9
9
1
8
2
Tembakau
3
7
2
8
7
2
Lamtana cemara
6
4
8
2
6
2
Kontrol
10
0
10
0
10
0

Secara umum, semua jenis pestisida nabati  memberikan pengaruh terhadap kepik hitam, berupa keaktifannya.  Pengamatan 2 jam setelah aplikasi menunjukkan ada penekanan keaktifan  terhadap kepik hitam, terutama pada perlakuan mimba. Pada perlakuan mimba semua kepik hitam  kurang aktif (10 serangga), kemudian disusul pada perlakuan sirih (9 serangga), tembakau (7 serangga), Lantana camara dan sereh (4 serangga), sedangkan pada perlakuan kontrol     (0 serangga). Pengamatan 24 jam setelah aplikasi menunjukkan penekanan keaktifan kepik hitam tertinggi terdapat pada perlakuan tembakau yaitu 8 ekor serangga yang kurang aktif, sedangkan pada perlakuan mimba penekanan terhadap kepik hitam justru menurun yaitu 2 ekor serangga yang kurang aktif.  Pada pengamatan 48 jam setelah aplikasi penekanan keaktifan tertinggi terdapat pada perlakuan mimba yaitu 8 ekor serangga, sedangkan pada kontrol 0 serangga
b. Kematian kepik hitam
 Hasil uji laboratorium terhadap jumlah serangga kepik hitam, yang mati pada 5 jenis pestisida nabati dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2.    Jumlah kematian kepik hitam pada perlakuan 5 jenis pestisida nabati setelah aplikasi selama 48 jam.

Jenis Pestisida
Jumlah Kepik Hitam (ekor)
2 Jam
24 Jam
48 Jam
Mimba
0
1
2
Sereh
0
1
1
Sirih
0
0
0
Tembakau
0
0
1
Lamtana cemara
0
0
1
Kontrol
0
0
0

Hasil pengamatan laboratorium untuk menguji 5 jenis pestisida nabati terhadap jumlah kematian serangga diperoleh hasil berupa, terjadinya kematian terbanyak dengan pemberian ekstrak mimba (2 ekor), selanjutnya sereh, tembakau, dan lantana camara (masing-masing 1 ekor).  Hasil kedua pengamatan tersebut yaitu perilaku dan kematian serangga menunjukkan perlakuan yang terbaik untuk dicobakan di lapangan, yaitu perlakuan dengan menggunakan daun mimba.

2.      Percobaan lapangan
Berdasarkan hasil uji laboratorium, maka pada percobaan lapang pestisida nabati yang digunakan adalah ekstrak daun mimba. Hasil percobaan lapangan adalag sebagai berikut:
a.       Pengamatan perilaku aktif  kepik hitam.
Hasil rata-rata jumlah kepik hitam yang aktif selama 4 minggu pengamatan pada uji lapang setelah pemberian berbagai macam konsentrasi ekstrak daun mimba.

Gambar 1.     Rata–rata jumlah kepik hitam yang aktif setelah pemberian berbagai konsentrasi  ekstrak daun mimba.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa, semua konsentrasi ekstrak daun mimba menunjukkan pengaruhi perilaku aktif kepik hitam. Pada kosentrasi 30% (P3) tingkat penekanan yang tinggi terdapat pada minggu ke 3 yaitu 1 ekor serangga yang aktif,  jika dibandingkan dengan kosentrasi lainnya. Sedangkan pada kontrol (P0) menunjukkan hampir tidak ada penekanan terhadap perilaku aktif kepik hitam  yaitu, 6,67 ekor serangga yang aktif.
b.      Pengamatan perilaku kurang aktif  kepik hitam.
Hasil rata-rata jumlah kepik hitam yang kurang aktif selama 4 minggu pengamatan pada uji lapang setelah mempergunakan berbagai macam konsentrasi ekstrak daun mimba.
Gambar 2.     Rata–rata jumlah kepik hitam (Paraeucosmetus pallicornis) yang kurang aktif setelah pemberian berbagai konsentrasi  ekstrak daun mimba.

Pengamatan rata-rata perilaku kurang aktif kepik hitam pada Gambar 2, terlihat bahwa, pengaruh perilaku kurang aktif kepik hitam tertinggi terlihat pada  minggu ke 4 terdapat pada kontrol yaitu 3 ekor serangga sedangkan pada perlakuan P3 menunjukan tidak ada serangga yang kurang aktif.


c.       Pengamatan jumlah kepik hitam yang mati setelah pemberian berbagai konsentrasi ekstrak daun mimba.
Hasil rata-rata jumlah kepik hitam yang mati selama 4 minggu dari hasil pengamatan pada uji lapang setelah menggunakan berbagai konsentrasi ekstrak daun mimba.
Gambar 3.     Rata–rata jumlah kepik hitam (Paraeucosmetus pallicornis) yang mati setelah pemberian berbagai konsentrasi ekstrak daun mimba.

Hasil pengamatan dari Gambar 3 terlihat adanya perbedaan pada setiap konsentrasi yang diberikan, kematian kepik hitam tertinggi terdapat pada minggu ke 3 terlihat pada konsentrasi 30% yaitu 4 ekor serangga, sedangkan pada tingkat kematian serangga terendah terdapat pada perlakuan kontrol yaitu 1 ekor serangga yang mati.



d.      Pengamatan intensitas serangan kepik hitam terhadap tanaman padi
Analisis ragam yang disajikan pada Lampiran 6b menunjukkan perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap intensitas serangan. Rata-rata intensitas serangan kepik hitam setelah pemberian berbagai konsentrasi ekstrak daun mimba terhadap tanaman padi disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4.     Rata–rata intensitas serangan kepik hitam (Paraeucosmetus pallicornis) setelah pemberian berbagai konsentrasi ekstrak daun mimba pada umur 60 hst.

Gambar 4 menunjukkan intensitas serangan tertinggi terdapat pada perlakuan P0 yaitu 34,16 %, sedangkan intensitas serangan terkecil terdapat pada konsentrasi 30% yaitu 19, 62%.
e.       Berat rata-rata produksi gabah (g) minggu terakhir pengamatan.
Analisis ragam yang disajikan pada Lampiran 7b menunjukkan perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap berat gabah. Hasil pengamatan rata-rata berat gabah setelah diberi berbagai konsentrasi ekstrak daun mimba dapat dilihat pada gambar 5. Berdasarkan analisa sidik ragamnya menunjukkan pemberian ekstrak daun mimba dengan berbagai konsentrasi memberikan pengaruh yang tidak nyata.
Gambar 5.     Rata–rata berat gabah setelah pemberian berbagai konsentrasi  ekstrak daun mimba.

Gambar 5 menunjukkan pada konsentrasi 30% memperlihatkan rata-rata berat gabah tertinggi yaitu 50,41 g, kemudian konsentrasi 20% sebanyak 42,22 g, lalu konsentrasi 10% sebanyak 41,40 g, dan tanpa perlakuan sebanyak 36,84 g.

Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan, serangga digolongkan kurang aktif apabila serangga menjauh dari tanaman padi atau tidak berada pada buah. Diketahui serangga jenis ini menyerang pada buah padi dengan daya rusak yang sangat tinggi, (Dinas Pertanian dan Kehutanan Provinsi DKI Jakarta, 2008)



1.      Uji laboratorium
Uji laboratorium dilakukan dengan memanfaatkan berbagai ekstrak daun tanaman. Dimaksudkan sebagai seleksi awal  untuk menentukan jenis ekstrak yang berpengaruh terhadap perilaku dan kematian kepik hitam (paraeucosmetus pallicornis)  yang akan digunakan pada pengujian di lapangan.
Berdasarkan hasil pengamatan secara keseluruhan terhadap penggunaan berbagai ekstrak daun tanaman dapat dikatakan bahwa semua perlakuan dapat memberikan pengaruh terhadap perilaku dan kematian kepik hitam, kecuali pada ekstrak daun sirih.  Perlakuan ekstrak daun sirih tidak mampu berpengaruh terhadap kematian kepik hitam. Ini membuktikan bahwa setiap tanaman menghasilkan senyawa yang berbeda. Tunner (1963) mengemukakan bahwa setiap tanaman menghasilkan macam dan jumlah senyawa yang berbeda-beda, sehingga ada yang mampu menekan bagian tertentu.
Uji laboratorium menunjukkan, perlakuan ekstrak daun mimba mampu memberikan pengaruh terbaik terhadap perilaku dan kematian kepik hitam, yaitu terdapat 1 ekor serangga mati pada pengamatan 24 jam dan 2 ekor pada pengamatan 48 jam (Lampiran 2). Ini disebabkan karena ekstrak akar daun mimba mengandug suatu senyawa aktif yang berpengaruh terhadap perilaku dan kematian kepik hitam. Reintjes (1993) mengemukakan bahwa ekstrak mimba memiliki kemampuan sangat baik dalam hal membunuh, mengusir dan meracuni serangga, nematoda dan jamur. Selanjutnya  Pakih (2005) mengemukakan bahwa mimba mengandung beberapa komponen aktif antara lain, azadirachtin, salanin, azadiradion, salannol, salanolacetate, dan 3-deacetyl nimbinen, yang dapat mempengaruhi perilaku fisiologi serangga.
2.      Percobaan lapangan.
a.       Perilaku dan kematian kepik hitam
Hasil pengamatan terhadap perilaku dan kematian kepik hitam pada penggunaan berbagai konsentrasi ekstrak daun mimba menunjukkan semua konsentrasi mampu memberikan pengaruh terhadap perilaku dan kematian kepik hitam. Pemberian ekstrak daun mimba kosentrasi 30%,  lebih efektif memberikan pengaruh terhadap perilaku dan kematian kepik hitam. Hal ini disebabkan konsentrasi ekstrak daun mimba yang lebih pekat karena mengandung azadirachtin lebih tinggi dibanding perlakuan lainnya yang dicobakan.
Pengamatan perilaku dan kematian kepik hitam pada pemberian berbagai konsentrasi, setiap perlakuan menunjukkan perbedaan pada setiap konsentrasinya. Perbedaan ini disebabkan karena pada setiap konsentrasi ekstrak daun mimba memiliki konsentrasi senyawa yang berbeda pula, tergantung banyak sedikitnya konsentrasi ekstrak daun mimba. Ini sejalan dengan pernyataan Prijono dalam Sutoyo (2000), yang menyatakan bahwa semakin pekat konsentrasi larutan berarti semakin tinggi kandungan bahan aktif yang dapat mengganggu proses metabolisme.
Pada  pengamatan di lapangan ada faktor lain yang mempengaruhi selain konsentrasi daun mimba, yaitu pada saat percobaan dilakukan suhu mencapai 33°C hingga 36ºC. Suhu yang tinggi pada uji lapang ini memberikan pengaruh terhadap perilaku dan kematian kepik hitam, ini sejalan dengan pernyataan  Subyanto  (2000)  menyatakan ada 7 batas daerah suhu (Zona) yang membatasi aktivitas kehidupan serangga. Tujuh zona tersebut meliputi : zona batas fatal atas, zona dorman atas, zona efektif atas, zona optimum, zona efektif bawah, zona dorman bawah dan zona fatal bawah  selanjutnya.  
Ada 2 zona yang menyebabkan serangga mengalami kematian yaitu zona batas fatal atas dan zona fatal bawah. Pada zona fatal bawah, dengan suhu > 48OC serangga mengalami kematian. Sedangkan pada zona fatal bawah dengan suhu sekitar 4OC serangga mengalami kematian (Tjahjadi,  1989), umur serangga juga termasuk salah satu faktor yang ikut mempengaruhi perilaku dan kematian kepik hitam. Pada penelitian ini tidak diketahui berapa umur masing-masing serangga yang diambil sebagai sampel pada penelitian ini,  Susia News, Pinrang (2011) menyatakan  umur kepik hitam jantan rata rata 38 hari dan betina 45 hari.
b.      Intensitas serangan kepik hitam (Paraeucosmetus pallicornis) pada tanaman padi.
 Hasil pengamatan menunjukkan pada pemberian berbagai kosentrasi ekstrak daun mimba tidak berpengaruh nyata terhadap intensitas serangan kepik hitam (Lampiran 6b). Pada pemberian ekstrak daun mimba konsentrasi 30% lebih efektif dalam menurunkan intensitas serangan kepik hitam. Hal ini terlihat bahwa pada konsentrasi ini menghasilkan larutan yang lebih pekat dan konsentrasi yang tinggi menghasilkan senyawa yang juga lebih tinggi. Ini sejalan  pernyataan Prijono dalam Sutoyo (2000), yang menyatakan bahwa semakin pekat konsentrasi larutan berarti semakin tinggi kandungan bahan aktif yang dapat mengganggu proses metabolisme. Selanjutnya Tess Henn dan Rick Weinzierl (1989) menyatakan bahwa mimba berpengaruh terhadap  nafsu makan,  juga dapat sebagai penolak, penghambat tumbuh, menekan penetasan telur, atau racun. Sehingga pada penelitian ini rata-rata intensitas serangga pada konsentrasi 30% adalah 19,63%.
c.       Produksi  padi (g)
Hasil pengamatan menunjukkan konsentrasi ekstrak daun mimba tidak berpengaruh nyata terhadap produksi padi.  Hal ini disebabkan karena  kurangnya cahaya yang dapat diterima dan akan mengganggu proses fotosintesis dan pertumbuhan tanaman. Berakibat kandungan nutrisi yang terdapat pada tanaman berkurang. Dalam menentukan tanaman inang, perlu tanaman yang cocok bagi kehidupan hama. Bila makanan tidak cocok, dengan sendirinya populasi hama tidak akan dapat berkembang sebagaimana biasanya. Ini sejalan dengan pernyataan Kartasapoetra (1991), yang menyatakan ketidakcocokan makanan dapat timbul karena kurangnya kandungan unsur yang diperlukan, rendahnya kadar air dalam kandungan makanan.
Intensitas serangan ini berhubungan erat dengan hasil yang menunjukkan bahwa semakin tinggi intensitas serangan makin rendah produksi gabah yang didapatkan pada penelitian ini.
Sehubungan dengan pemanfaatan ekstrak daun mimba dalam penelitian ini, belum dapat dijelaskan jenis senyawa yang berperan dalam menekan aktifitas perilaku  serangga kepik hitam. Tetapi berdasarkan hasil pengamatan secara keseluruhan terdapat perbedaan pengaruh pada pemberian berbagai konsentrasi ekstrak daun mimba bila dibandingkan dengan kontrol. Apalagi bila dengan konsentrasi yang lebih tinggi.
Hasil pengamatan memang belum menunjukkan adanya pengaruh nyata perlakuan terhadap produksi padi. Tetapi ada pengaruh negatif yang ditimbulkan oleh aplikasi ekstrak daun mimba pada konsentrasi 30% rata-rata berat gabah 50,41 gr, 20% seberat 42,22 gr, 10% seberat 1,4 gr, dan kontrol seberat 36,84 gr. Yang menghasilkan perbedaan yang besar terhadap  pengendalian kepik hitam (Paraeucosmetus pallicornis) antara perlakuan selama pengamatan. Ini menunjukkan perlunya dilakukan penelitian lanjutan dengan meningkatkan konsentrasi ekstrak daun mimba. Sehingga diperoleh hasil yang terbaik terhadap perilaku, kematian, dan intensitas serangan kepik hitam.


KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari penelitian ini dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
a.       Ekstrak daun mimba adalah pestisida nabati terbaik dalam mengendalikan hama kepik hitam (Paraeucosmetus pallicornis)
b.      Konsentrasi 30% ekstrak daun mimba lebih efektif dalam mengendalikan hama kepik hitam (Paraeucosmetus pallicornis)
c.       Semakin tinggi konsentrasi ekstrak semakin besar pengaruh negatif yang ditimbulkan terhadap hama kepik hitam (Paraeucosmetus pallicornis)
.
Saran
Mimba dapat dijadikan suatu paket peralihan dari penggunaan bahan kimia menuju Pengelolaan Hama Terpadu ditingkat petani. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang tingkat keefektifan ekstrak daun mimba untuk hama kepik hitam (Paraeucosmetus pallicornis), perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang penggunaan ekstrak daun mimba yang dicampur dengan senyawa lain seperti senyawa diterdjen. Selain itu`perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui senyawa yang paling dominan memberikan pengaruh terhadap hama kepik hitam (Paraeucosmetus pallicornis).


DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pertanian, 1994.  Pengendalian Hama Terpadu Departemen Pertanian. Jakarta.

, 2008a.           Lembaran Informasi Pertanian Depertamen Pertanian. Jakarta.

, 2008b.           Intensifikasi Padi Deptan. Jakarta.

, 2009. Menuju Pertanian Tanggal Surat Kabar Sinar Tani Deptan. Jakarta.

, 2010. Laporan Triwulan III tahun 2010. Dinas Pertanian dan Perkebunan Kab. Sidrap.
           
Dinas Pertanian dan Kehutanan Provinsi DKI Jakarta, 2008. Pemanfaatan     Cendawan Sebagai Patogen Serangga.

BPHPT, 2010. Petunjuk Pengendalian Hama Kepik Hitam. Balai Peramalan Hama dan Penyakit Tanaman, Sul-Sel.

Grist, 1960. Kajian Morfologi dan Produksi Tanaman Padi. repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19946/.../Chapter%20II.pdf

Karantina Parepare, 2010. Kepik Hitam. Balai Peramalan Hama dan Penyakit Tanaman Sulawesi Selatan, Balai Karantina Kelas A Kota Parepare.

Kardiman dan Agus, 2009.     Pestisida Nabati Ramuan dan Aplikasinya. Penebar swadaya. Jakarta.
Kartasapoetra. A.G., 1991. Hama Hasil Tanaman Gudang, Rineka Cipta Jakarta.
Pitojo, 1997.    Budidaya Tanaman Padi Sawah Sistem Tanaman Tabela. Penebar Swadaya. Jakarta.

Prijono, D. 1999. Pengembangan dan Pemanfaatan Insektisida Alami. Pusat Kajian Pengendalian Hama Terpadu IPB. Bogor.

Ress.  H. Weinzierl,  R. 1989. Botanical Insecticides and Insecticidal Soaps. University of Illionis. Unted States of America.

Suparyono dan Setyono, 1993. Padi. Penebar Swadaya. Jakarta. Subyanto. 2000. Bahan Ajar Ilmu Hama hutan. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta.

Sumartono, Bahrim. S, R. Haryono, 1981. Bercocok Tanam Padi. CV. Yosaguna. Jakarta.

Suseno. H. 1984.         Fisiologi Tumbuhan Metabolisme Dasar Departemen Botani Fakultas Pertanian IPB Bogor.

 Tjahjadi, N.1989. Hama dan Penyakit Tanaman. Kanisius. Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar