BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Pembungaan, pembuahan, dan set biji
merupakan peristiwa-peristiwa penting dalam produksi tanaman. Proses-proses ini
dikendalikan baik oleh lingkungan terutama fotoperiode dan temperatur, maupun
oleh faktor-faktor genetik atau internal. Salah satu proses perkembangan yang
harus tepat waktu adalah proses pembungaan. Tumbuhan tidak bisa berbunga
terlalu cepat sebelum organ-organ penunjang lainnya siap, misalnya akar dan
daun lengkap. Sebaliknya tumbuhan tidak dapat berbunga dengan lambat, sehingga
buahnya tidak sempurna misalnya datangnya musim dingin. Kejadian tersebut
penting artinya bagi tumbuhan yang hidup di daerah 4 musim, sehingga mereka
harus benar-benar dapat memanfaatkan saat yang tepat untuk melakukan
perkembangaannya. Tmbuhan semusim (annual plant) harus memanfaatkan waktu
diantara musim dingin. Tumbuhan dua musim (biennial plant) pada musim pertama
menghasilkan organ-organ persediaan makanan di dalam tanah, dan pada musim
berikutnya melakukan pertumbuhan yang di akhiri dengan pembungaan. Tumbuhan
menahun (perennial plant) akan menghentikan pertumbuhan dan perkembangan
(dorman) pada musim dingin, berbunga pada musim berikutnya agar cukup waktu
bagi buah untuk berkembang dan matang sebelum atau di awal musim gugur.
Faktor lingkungan merupakan faktor
yang sangat erat berhubungan kehidupan tanaman, yang akan mempengaruhi
proses-proses fisiologi dalam tanaman. Semua proses fisiologi akan dipengaruhi
oleh suhu dan beberapa proses akan tergantung dari cahaya dan temperatur.
Penyinaran cahaya terhadap tanaman merupakan salah satu faktor eksternal yaitu
faktor dari luar yang mempengaruhi pembungaan (Natania, 2008). Kejadian musiman
sangat penting dalam siklus kehidupan sebagian besar tumbuhan. Perkecambahan
biji, pembungaan, permulaan dan pengakhiran dormansi tunas merupakan
contoh-contoh tahapan dalam perkembangan tumbuhan yang umumnya terjadi pada
waktu spesifik dalam satu tahun. Stimulus lingkungan yang paling sering
digunakan oleh tumbuhan untuk mendeteksi waktu dalam satu tahun adalah
fotoperiode, yaitu suatu panjang relative malam dan siang. Respons fisologis
terhadap fotoperiode, seperti pembungaan, disebut fotoperiodisme (photoperiodism)
(Campbell, dkk., 1999).
Penemuan fotoperiodisme merangsang
banyak sekali ahli fisiologi tanaman untuk mengadakan penyelidikan tentang
proses itu lebih jauh dalam usahanya untuk menentukan mekanisme aksi. Mereka
segera menemukan bahwa istilah hari pendek dan hari panjang merupakan salah
kaprah (misnomer). Interupsi periode hari terang dengan interval kegelapan
tidak mempunyai efek mutlak pada proses pembungaan (Natania, 2008).
Faktor temperatur sangat berpengaruh
terhadap tanaman, karena umumnya temperatur mengubah atau memodifikasi respons
terhadap fotoperiode pada spesies dan varietas (Thomas dan Raper, 1982). Banyak
sepesies membutuhkan periode dingin atau temperaturnya mendekati pembekuan
selama 2 sampai 6 minggu agar dapat berbunga pada waktu fotoperiode panjang
pada musim semi.
1.2.
Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah:
1.2.1.
Untuk mengetahui fotoperiodisme pada tumbuhan.
1.2.2.
Untuk mengetahui peran fitokrom dalam fotoperiodisme.
1.3.
Batasan Masalah
Yang menjadi batasan masalah pada makalah ini antara lain
adalah pengertian dan mekanisme fotoperiodisme, peran fitokrom dalam
fotoperiodisme.
BAB II PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian Fotoperiodisme
Fotoperiodisme
adalah respon tumbuhan terhadap lamanya penyinaran (panjang pendeknya hari/penyinaran)
yang dapat merangsang pembungaan. Istilah fotoperodisme digunakan untuk
fenomena dimana fase perkembangan tumbuhan dipengaruhi oleh lama penyinaran
yang diterima oleh tumbuhan tesebut. Beberapa jenis tumbuhan perkembangannya
sangat dipengaruhi oleh lamanya penyinaran, terutama dengan kapan tumbuhan
tersebut akan memasuki fase generatifnya,misalnya pembungaan.
2.2.
Macam-Macam Fotopriodisme
Berdasarkan respon pergerakan tumbuhan fotopriodisme di bagi
menjadi dua yaitu:
2.2.1. Fotopriodisme positif adalah Bila
gerak tersebut mengarah kesumber rangsangan disebut, misalnya gerak tubuh ujung
tunas kearah cahaya.
2.2.2.
Fotopriodisme negative adalah gerak yang menjauhi sumber
rangsangan, misalnya gerak tumbuh akar yang menjauhi cahaya.
2.3.
Pembagian Tanaman dalam fotoperiodisme
Berdasarkan
panjang hari, tumbuhan dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu:
2.3.1.
Tumbuhan
hari pendek, tumbuhan yang berbunga jika terkena penyinaran kurang dari 12 jam
sehari. Tumbuhan hari pendek contohnya krisan, jagung, kedelai, anggrek, dan
bunga matahari.
2.3.2.
Tumbuhan
hari panjang, tumbuhan yang berbunga jika terkena penyinaran lebih dari 12 jam
(14 – 16 jam) sehari. Tumbuhan hari panjang, contohnya kembang sepatu, bit
gula, selada, dan tembakau.
2.3.3.
Tumbuhan
hari sedang, tumbuhan yang berbunga jika terkena penyinaran kira-kira 12 jam
sehari. Tumbuhan hari sedang contohnya kacang dan tebu.
2.3.4.
Tumbuhan
hari netral, tumbuhan yang tidak responsif terhadap panjang hari untuk
pembungaannya. Tumbuhan hari netral contohnya mentimun, padi, wortel liar, dan
kapas.
2.4.
Fungsi Fotoperiodisme bagi Tanaman
Fotoperodisme digunakan untuk
fenomena dimana fase perkembangan tumbuhan dipengaruhi oleh lama penyinaran
yang diterima oleh tumbuhan tesebut. Beberapa jenis tumbuhan perkembangannya
sangat dipengaruhi oleh lamanya penyinaran, terutama dengan kapan tumbuhan
tersebut akan memasuki fase generatifnya, misalnya pembungaan. Menurut Lakitan
(1994) Beberapa tumbuhan akan memasuki fase generatif (membentuk organ
reproduktif) hanya jika tumbuhan tersebut menerima penyinaran yang panjang
>14 jam dalam setiap periode sehari semalam, sebaliknya ada pula tumbuhan
yang hanya akan memasuki fase generatif jika menerima penyinaran singkat <10
Jam.
2.5.
Induksi Fotoperiodisme
Induksi
fotoperiodisme sangat penting dalam perbungaan atau lebih tepat disebut induksi
panjang malam kritisnya. Respon tumbuhan terhadap induksi fotoperioda sangat
bervariasi, ada tumbuhan untuk perbungaannya cukup memperoleh induksi dari
fotoperioda satu kali saja, tetapi tumbuhan lain memerlukan induksi lebih dari
satu kali. Xanthium strumarium untuk perbungaannya memerlukan 8 x
induksi fotoperioda yang harus berjalan terus menerus. Apabila tanaman ini
sebelum memperoleh induksi lengkap, mendapat gangguan atau terputus induksi
fotoperiodanya, maka tanaman itu tidak akan berbunga. Kekurangan induksi
fotoperioda tidak dapat ditambahkan demikian saja, karena efek fotoperioda yang
telah diterima sebelumnya akan menjadi hilang. Untuk memperoleh induksi lengkap,
tanaman tersebut harus mengulangnya dari awal kembali.
Di dalam
menerima rangsangan fotoperioda ini, organ daun diketahui sebagai organ
penerima rangsangan. Ada 4 tahap yang terjadi dalam resepon perbungaan terhadap
rangsangan fotoperioda, pertama menerima rangsangan, kedua transformasidari
organ penerima rangsangan menjadi beberapa polametabolisme baru yang berkaitan
dengan penyediaan bahan untuk perbungaan, ketiga pengangkuatan hasil
metabolisme dan keempat terjadinya respon pada titik tumbuh untuk menghasilkan
perbungaan.
Beberapa
percobaan dalam hubungan dengan rangsangan ini, menunjukkan bahwa apabila daun
dibuang segera setelah induksi selesai, tidak akan terjadi perbungaan ,
sedangkan apabila daun dibuang setelah beberapa jam sehabis selesai induksi,
tumbuhan tersebut dapat berbunga. Rangsangan yang diterima oleh satu tumbuhan
dapat diteruskan pada tumbuhan lain yang tidak memperoleh induksi, melalui cara
tempelan (grafting) sehingga tumbuhan tersebut dapat berbunga. Hormon yang
berperan dalam perbungaan ini adalah florigen, yang masih merupakan hormon
hipotesis.
2.6.
Fitokrom
Fitokrom
merupakan reseptor cahaya, suatu pigmen yang digunakan oleh tumbuhan untuk
mencerap (mendeteksi) cahaya. Tumbuhan menggunakan fitokrom untuk mengatur
beberapa aspek fisiologi adaptasi terhadap lingkungan, seperti fotoperiodisme
(pengaturan saat berbunga pada tumbuhan), perkecambahan, pemanjangan dan
pertumbuhan kecambah (khususnya pada dikotil), morfologi daun, pemanjangan ruas
batang, serta pembuatan (sintesis) klorofil. Secara struktur kimia, bagian
sensor fitokrom adalah suatu kromofor dari kelompok bilin (jadi disebut
fitokromobilin), yang masih sekeluarga dengan klorofil atau hemoglobin
(kesemuanya memiliki kerangka heme).
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
Fotoperodisme
adalah respon tumbuhan terhadap lamanya penyinaran atau panjang pendeknya hari
yang dapat merangsang pembungaan. Berdasarkan panjang hari, tumbuhan dapat
dibedakan menjadi empat macam, yaitu:
3.1.Tumbuhan hari
pendek, tumbuhan yang berbunga jika terkena penyinaran kurang dari 12 jam
sehari. Tumbuhan hari pendek contohnya krisan, jagung, kedelai, anggrek, dan
bunga matahari.
3.2.Tumbuhan hari
panjang, tumbuhan yang berbunga jika terkena penyinaran lebih dari 12 jam (14 –
16 jam) sehari. Tumbuhan hari panjang, contohnya kembang sepatu, bit gula,
selada, dan tembakau.
3.3.Tumbuhan hari
sedang, tumbuhan yang berbunga jika terkena penyinaran kira-kira 12 jam sehari.
Tumbuhan hari sedang contohnya kacang dan tebu.
3.4.Tumbuhan hari
netral, tumbuhan yang tidak responsif terhadap panjang hari untuk
pembungaannya. Tumbuhan hari netral contohnya mentimun, padi, wortel liar, dan
kapas.
Penyelidikan
sebenarnya telah menunjukkan bahwa panjang gelaplah yang penting, mengganggu
waktu gelap dengan adanya cahaya dapat menghalangi pembungaan pada tumbuhan
hari pendek.
3.5.
Fitokrom merupakan reseptor cahaya, suatu pigmen yang digunakan
oleh tumbuhan untuk menyerap (mendeteksi) cahaya.
B.
Saran
Potopriodisme
merupakan reepon pertumbuhan tanaman terhadap lamanya penyinaran matahari oleh
krena itu kita perlu memperhatikan kesesuaiaan tanaman yang ingin kita
budidayakan dengan fotopriodismenya. Ini menandakan bahwa cahaya sangat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymousa.2011.http://www.scribd.com/doc/16134129/Fisiologi-Tumbuhan
Anonymousb.2011.http://dc394.4shared.com/doc/U940Tnrs/preview.html
Anonymousc.2011.http://www.scribd.com/doc/56640161/Fotoperiodisme
Campbell.2003.Biologi edisi ke-5.Penerbit Erlangga.Jakarta
Putra, dkk., 2010, Fotoperiodisme Vernalisasi, http://rikiharyanto.blogspot.com/
Putra,dkk.2011.Fotoperiodisme dan
Vernalisasi.http://rikiharyanto.blogspot.com/
Sasmitamihardja, dkk.,
1996, Fisiologi Tumbuhan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, FMIPA-ITB,
Bandung.
Sanusi, A., 2009, Respon Tanaman Terhadap Penyinaran.
bagus
BalasHapus